Kamis, 12 Januari 2012

Kultur Jaringan

TEKNIK
KULTUR JARINGAN MELALUI PROTOPLASMA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Alamiah Dasar
Semester I Program Studi Th. Akademik 2011/2012



Oleh
Nama : Fatihah Fiqiana R
NIM : K7111066
Kelas : 1A

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERTAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011

BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu cara untuk mengatasi masalah dalam pengembangan tanaman unggul adalah dengan merakit varietas baru yang berproduksi tinggi dan tahan terhadap hama, penyakit serta cekaman abiotik. Beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mendapatkan varietas baru antara lain melakukan persilangan dengan spesies tertentu, melakukan mutasi buatan, penerapan metode transformasi atau melakukan fusi protoplas.
Istilah protoplasma pertama kali diperkenalkan oleh Hanstein pada tahun 1880, yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian diding selnya atau sel tumbuhan telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel. Protoplas dapat dimanfaatkan untuk mendukung penelitian dasar biologi tanaman dan merupakan sarana penting di bidang rekayasa genetika, misalnya untuk hibridisasi somatik untuk meningkatkan kualitas tanaman.
Fusi protoplas dapat dilakukan dengan cara menggabungkan seluruh genom dari spesies yang sama (intra-spesies), atau antar spesies dari genus yang sama (inter-spesies), atau antar genus dari satu famili (inter-genus). Penggunaan fusi protoplas memungkinkan diperolehnya hibrida-hibrida dengan tingkat heterosigositas yang tinggi walaupun tingkat keberhasilannya sangat ditentukan oleh genotipenya. Teknologi fusi protoplas juga dapat dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu seperti sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit serta cekaman abiotik.
Dengan demikian, tanaman hasil fusi dapat berupa tanaman dengan sifat-sifat gabungan dari kedua tetuanya termasuk sifat-sifat yang tidak diharapkan terutama berasal dari spesies liar. Oleh karena itu, untuk menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan tersebut maka perlu dilakukan silang balik (back cross) dengan tetua budidaya. Kemajuan pesat dalam penelitian produksi hibrida somatik dan sibrida dalam transfer DNA tidak terlepas dari teknik isolasi, kultur dan regenerasi protoplas menjadi tanaman. Untuk menunjang keberhasilan teknik kultur dibutuhkan keahlian dan pengetahuan tentang teknik kultur protoplasma guna mendukung teknik pencarian varietas baru berbagai jenis tanaman.































BAB II
PEMBAHASAN

A. Kultur Jaringan
Kultur jaringan / cultur In Vitro / Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.
Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melaksanakan teknik kultur jaringan yaitu :
a. Mengetahui teori totipotensi sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann yaitu sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensial. Totipotensial adalah kemampuan setiap sel, yang dimbil dari suatu tempat dan apabila diletakkan pada tempat yang lain dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna .
b. Memahami konsep Skoog dan Miller yang menyatakan bahwa regenerasi tunas dan akar in vitro dikontrol secara hormonal oleh ZPT sitokinin dan auksin. Organogenesis adalah proses terbentuknya organ seperti tunas atau akar baik secara langsung dari permukaan eksplan atau secara tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dahulu.
c. Memahami sifat kompeten, diferensiasi dan determinasi dimana suatu sel akan dikatakan kompeten apabila sel atau jaringan tersebut mampu memberikan tanggapan terhadap signal lingkungan atau signal hormonal.
d. Memahami tata cara perbanyakan tanaman secara kultur jaringan

Dalam melakukan pekerjaan kultur jaringan pekerjaan yang dilakukan meliputi: pemilihan dan penyiapan tanaman induk sebagai sumber eksplan, inisiasi kultur, persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklamatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang.
Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri. Teknik kultur jaringan ini memiliki beberapa keuntungan apabila dibandingkan dengan teknik yang lain. Adapun keuntungannya yaitu diperolehnya bibit yang seragam dalam jumlah besar dan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya. Teknik ini sangat bermanfaat untuk tanaman-tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Adapun tanaman yang telah berhasil diperbanyak antara lain tanaman hias (anggrek dan mawar), tanaman obat (purwoceng dan bidara upas), tanaman berkayu (jati dan cendana), serta tanaman buah-buahan (pisang dan manggis).
Namun demikian ada beberapa kendala teknik yang sering ditemukan, sebagai penghambat keberhasilan teknik kultur jaringan ini antara lain, adanya mutasi pada bibit yang dihasilkan sehingga tidak sama dengan pohon induknya, tingkat keberhasilan induksi perakaran dari tunas yang telah dibentuk secara in vitro sedikit, aklimatisasi (adaptasi tanaman hasil kultur jaringan pada lingkungan yang baru di luar botol kultur) sering gagal, tingkat keanekaragamannya di setiap generasi turun terutama apabila sering dilakukan subkultur, kurang sterilisasi bahan tanaman sehingga sering terjadi kontaminasi pada biakan serta diperlukan tenaga kerja yang intensif, terdidik serta mempunyai keterampilan khusus.
Teknik kultur akan berhasil dengan baik apabila syarat yang diperlukan telah terpenuhi dengan baik. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang sesuai, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik. Untuk eksplan tanaman yang baik digunakan adalah bagian tanaman yang masih muda yaitu bagian meristemnya.
Beberapa teknik kultur jaringan tanaman yaitu:
1. Kultur meristem yaitu budidaya jaringan dengan menggunakan eksplan dari jaringan tanaman yang masih muda.
2. Kultur antera yaitu budidaya jaringan dengan menggunakan serbuksari dari tanaman tersebut
3. Kultur embrio yaitu memisahkan embrio tanaman yang belum dewasa dan menumbuhkannya secara kultur jaringan untuk mendapatkan tanaman yang viabel
4. Kultur protoplasma yaitu budidaya jaringan dengan menggunakan eksplan dari protoplasma. Dimana protoplasma adalah sel hidup yang telah dihilangkan selnya.
Teknik kultur akan berhasil dengan baik apabila syarat yang diperlukan telah terpenuhi dengan baik. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang sesuai, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik. Untuk eksplan tanaman yang baik digunakan adalah bagian tanaman yang masih muda yaitu bagian meristemnya.

B. Kultur Protoplasma
Istilah protoplasma pertama kali diperkenalkan oleh Hanstein pada tahun 1880, yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian dining selnya atau sel tumbuhan telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel.
Protoplas yang berhasil diisolasi berasal dari organ-organ seperti daun, tangkai daun, pucuk, akar, buah, koleoptil, embrio dan mikrospora. Diantara organ tersebut sel yang paling mudah dan bagus untuk diisolasi protoplasmanya adalah mesofil daun. Sumber protoplasma selain diperoleh dari organ tersebut bisa juga diperoleh dari kalus dan sel suspensi. Untuk sumber yang berasal dari kalus, yang paling baik adalah berasal dari kalus remah (friable) dengan kandungan karbohidrat rendah sedangkan yang berasal sel suspensi paling baik diambil pada fase pertumbuhan exponensial. Salah satu teknik kultur jaringan dewasa ini berkembang pesat adalah teknik kultur protoplasma. Protoplasma ini dapat diisolasi dari sel dan kemudian dikulturkan secara in-vitro.
Kultur protoplasma dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan seperti tujuan seperti perbanyakan dan untuk memperoleh varietas baru. Teknik yang digunakan untuk memperoleh hibrida ini antara lain perlakuan protoplasma dengan mutagen dan manipulasi genetik ditingkat sel melalui fusi (penggabungan) dua protoplasma dari varietas atau spesies yang berbeda.
Protoplasma memerlukan media tanam yang lebih kompleks untuk dapat bertahan didup dan beregenerasi. Biasanya ditambahkan suatu osmotikum(misalnya: sorbitol, manitol) ke dalam media awal sebelum dinding selnya terbentuk untuk mencegah plasmolisis.

Sel mesofil daun

C. Prosedur Kultur Protoplasma
Kultur ptotoplasma dilakukan melalui secara bertahap mulai dari persiapan eksplan dan isolasi protoplasma diikuti dengan penanaman. Mutasi protoplasma dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa mutagen ke dalam media tanam atau dengan memperlakukan protoplasma dengan senyawa mutagen tersebut. Silangan somatik dilakukan dengan cara penggabungan dua buah protoplama segera setelah isolasi kemudian ditumbuhkan. Prosedur kultur protoplasma secara umum adalah sebagai berikut:
1. Persiapan eksplan.
Jaringan tanaman yang digunakan untuk isolasi protoplasma ini beragam, umumnya jaringan yang lebih muda dan berasal dari tanaman yang mempunyai umur fisiologis muda, seperti pucuk muda (seperti dari kecambah, bibit, plantlet), pucuk adventif hasil pangkasan. Protoplasma dari sel jaringan tersebut lebih mudah diisolasi protoplasmanya karena dinding selnya masih sederhana dan hanya terdiri dari dinding sel primer saja dan jaringannya masih memiliki sel-sel parenchyma (dindingnya belum berlignin). Selain itu, ada juga yang menggunakan jaringan yang telah dewasa, namun media untuk isolasi protoplasma dari jaringan ini lebih kompleks karena dinding selnya telah berlignin, telah memiliki dinding sel primer dan dinding sel sekunder.

2. Sterilsasi eksplan.
Bagian tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan terlebih dahulu dicuci kemudian disterilakan, umumnya menggunakan sodium hypoklorit 1 – 2 % selama 10 – 30 menit tergantung jenis eksplan yang digunakan. Eksplan tersebut selanjutnya dicuci dengan air steril (3 – 4 kali) untuk mencuci sisa sodium hipoklorit pada eksplan.

3. Isolasi Protoplasma
Isolasi protoplasma dapat dilakukan dengan dua cara:
• Metode mekanikal.
Isolasi protoplasma menggunakan metode ini dikenalkan pertama kali oleh Klercker pada tahun 1892. Isolasi protoplasma dilakukan dengan cara mengupas dinding sel menggunakan alat bedah mikro. Metode ini telah berhasil mengisolasi protoplasma dari daun Saintpaulia ionantha dan dikulturkan hingga tumbuh kalus. Kelebihan dari metode ini adalah bila sel yang digunakan mempunyai vakuola sel yang relatif besar sedangkan kelemahannya adalah: 1) Keberhasilannya rendah; 2) Pekerjaan yang membutuhkan tenaga banyak dan membosankan; 3) Viabilitas protoplasma rendah, karena sering terjadi kerusakan protoplasma selama proses pengupasan dinding sel.


• Metode enzimatik
Isolasi protoplasma dilakukan dengan menggunakan enzim yang dapat mengahancurkan dinding sel. Enzim yang digunakan bervariasi jenis dan konsentrasinya tergantung kondisi fisologis eksplan, terutama umur jaringan yang erat kaitannya dengan komposisi dinding selnya. Berikut dikemukanan perbandingan antara dinding sel primer dan sekunder pada sel tumbuhan.
Perbandingan komposisi dinding sel primer dan sekunder
Kompenen Dinding Sel Primer Sel Sekunder
Polisakarida 90% 60-85%
Cellulose 30% 50-80%
Hemicellulose 30% 5-30%
Pectin 30% -
Protein 10% -
Lignin - 15-30%

Enzim yang digunakan untuk mengancurkan dinding sel tumbuhan umumnya ada 3 yaitu: Cellulase untuk menghancurkan sellulose, Hemicellulase untuk menghancurkan hemisellulose, Pectinase untuk menghancurkan pektin.
Sedangkan alat yang digunakan untuk isolasi dan kultur ptotoplasma adalah sebagai berikut :
o Laminar air flow cabinet
o Centrifuge
o Inverted microscope
o Gyratory shaker
o Magnetic stirrer + hot plate
o pH meter
o Saringan stainless stell (lubang 60 - 70 m)
o Bacterial filter
o Nalgene filter unit 0,22 m
o Millex filter unit 0,45 m
o Spet dan jarum
o Piset dg ujung runcing + pisau kultur
o Pipet 5 ml berujung lebar
o Pipet pastur 2 ml
o Petri dish
o Gelas beker
o Parafilm/plastic wrapp

Bahan- bahan yang digunakan untuk isolasi protoplasma adalah sebagai berikut:
1.Eksplan
Protoplasma yang telah berhasil diisolasi berasal dari organ-organ seperti: daun, tangkai daun, pucuk, akar, buah, koleoptil, embrio dan mikrospora. Diantara organ tersebut sel yang paling mudah dan bagus untuk diisolasi protoplasmanya adalah berasal dari jaringan mesofil daun, karena: Bentuk selnya relatif seragam, tidak perlu membunuh tanamannya, dinding sel mudah terkelupas oleh enzim.
2.Ethanol 70 %
3. Larutan isolasi protoplasma
4. Tahapan pengerjaan isolasi protoplasma
a. Jaringan tanaman seperti daun tembakau disterilkan terlebih dahulu dengan cara merendamnya dalam alkohol 70% selama 30 detik selanjutnya di rendam kedalam larutan pemutih (misalnya bayklin) 20% yang ditambah beberapa tetes Tween selama 15 menit. Selanjutnya daun tembakau tersebut dibilas menggunakan aquadest steril sebanyak tiga kali.
b. Jaringan tanaman steril, diiris halus dan dikupas eidermis serta dihilangkan urat daunnya dengan menggunakan mata skalpel runcing steril, untuk lebih memudahkan isolasi protoplasmanya. Contoh campuran dan konsentrasi enzim yang digunakan untuk isolasi protoplasma beragam dan tergantung dari jenis jaringan yang digunakan sebagai eksplan, seperti:
1. Medium enzim untuk jaringan akar
o 2 % rhozyme
o 2 % meicellase
o 0,03 % macerozyme R10
2. Medium enzim untuk daun Serealia
o 2 % cellulysin
o 0,2 % macerozyme R10
o 0,5 % hemicellullase
o 11 % mannitol
3. Medium enzim untuk Daun Tembakau:
o 0,5 % Onozuka R10 cellulase
o 0,1 % Onozuka R10 macerozyme R10
o 13,0 Mannitol
o pH 5,8
Untuk mengurangi daya tarik menarik (adhesi) antara sitoplasma dengan dinding selnya, Larutan enzim biasanya ditambahkan senyawa osmoticum. Senyawa osmoticum yang dapat digunakan antara lain: Mannitol, Sorbitol, Glukosa, Fruktosa, Galaktosa, Sukrosa. Setelah dinding sel lepas, selanjutnya eksplan direndamke dalam 20 ml larutan media preplasmolisis selama 1-8 jam. Medium preplasmolisis untuk setiap jenis eksplan berbeda, untuk tembakau medium preplasmolisis tersusun atas medium isolasi protoplasma ditambah 13% mannitol.
Komponen Medium Isolasi Protoplasma (MIP) adalah sebagai berikut:
CaCl2.H2O 1480,0 mg/l
KH2PO4 27,2 mgl
KNO3 101,0 mg/l
MgSO4.7H2O 246,0 mg/l
CuSO4.5H2O 0,025 mg/l
KI 0,16 mg/l
pH 5,8
Eksplan dipindah larutan medium enzim (komposisi media ini juga berbeda-beda untuk setiap jenis eksplan yang digunakan) untuk daun tembakau komponennya dapat dilihat di atas. Eksplan dipindah ke tabung steril dan dituangi medium enzim sebanyak 10 ml, lalu tabung ditutup dengan aluminium foil steril dan diisolasi menggunakan parafilm atau plastik wrap. Tabung berisi eksplan tersebut digoyang pada shaker dengan kecepatan 40 rpm selama semalam atau 4-16 jam.

5. Pemurnian protoplasma
o Protoplasma dalam poin 5 disaring dengan filter steril, mess 63 μm, masukkan ke dalam gelas piala volume 250 ml menggunakan pipet pastuer.
o Medium pencuci (MIP ditambah + 10 %) sebanyak 3 ml ditambahkan ke dalam cawan petri yang berisi debris dari daun, digoyang perlahan dan kombinasikan dengan protoplas/ campuran enzim dalam gelas piala vol. 250 ml.
o Protoplas yang diperoleh dicuci dengan medium pencuci dan saring. Protoplas yang masih tercampur dengan larutan enzim disentrifuge dengan kecepatan 50 x g selama 10 menit.
o Pelet diresuspensi dalam medium pengapung (medium flotasi) 10 ml ditambah medium pencuci 1 ml selanjutnya disentrifuge, protoplasma akan melayang-layang diantara medium flotasi (MIP + 20%) dan medium pencuci.
o Protoplasma yang melayang-layang dipindahkan ke dalam tabung ditambah 10 ml medium pencuci, selanjutnya disentrifuge maka protoplasma akan mengendap sebagai pelet.
o Supernatan dibuang dan pelet ditambah 10 ml medium pencuci dan diputar lagi.
o Supernatan dibuang sisakan suspensi protoplasma sebanyak 1 ml.
o Kerapatan suspensi protoplasma yang dikulturkan untuk setiap spesies tanaman berbeda-beda seperti tembakau suspensi protoplas kerapatannya 50.000 sel/ ml dan 25000 sel/ ml untuk protoplasma petunia, protoplasma tersebut dikulturkan dalam cawan petri steril.

Gambar protoplas padi setelah proses pemurnian dilakukan

6. Perhitungan konsentrasi dan test viabilitas protoplasma.
Untuk menghitung kerapatan dapat dihitung dengan bantuan haemocitometer: jumlah sel / grid x 10.000. Tes viabilitas protoplasma dilakukan dengan menggunakan senyawa flourescent seperti fluresein diacetate (FDA). Medium kultur diambil 25 tetes selanjutnya ditambah 1 tetes larutan pewarna FDA dan 1 tetes protoplasma suspensi tersebut agar protoplas tercat dengan baik, selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Protoplasma yang mati berwarna merah dan yang viable tercat hijau.

7. Kultur protoplasma
Protoplasma yang hidup diambil dalam jumlah memadai (frekuensi protoplas viable 100 – 200 sel) selanjutnya ditanam pada media yang telah disediakan dan dikulturkan dan disimpan tempat gelap pada temperatur 28oC selama semalam. Kultur protoplasma dipindahkan pada cahaya rendah (10 – 20 μmol.detik-1m-2) dengan cahaya lampu putih yang dingin dan fotoperiode 16 jam, selama 2 hari. Kultur dipindahkan pada intensitas cahaya yang lebih tinggi (50 – 75 μmol.detik-1m-2).
Media yang digunakan untuk kultur protoplasma dapat berupa media media cair yang diletakkan dalam cawan petri kecil atau media padat (dengan pemadat agarose). Media yang digunakan untuk kultur protoplasma jauh lebih kompleks dibandingkan dengan media untuk teknik kultur lainnya, karena protoplasma belum memiliki dinding sel sehingga perlu ditanam pada media awal yang diperkaya dengan osmotikum (misalnya sorbitol atau mannitol) untuk: menghindari plasmolisis. Salah satu contoh media kultur protoplasma tembakau.
Tabel 14. Formula media kultur protoplasma tembakau
Formula mg/l Formula mg/l Formula mg/l
Ca(H2PO4).H2) 100,000 H2BO3 3,00 Mannitol 100.000,00
CCl2.2H2O 50,000 KI 0,75 Inositol 100,00
KNO3 500,000 MnSO4.4H2O 13,20 Nicotinic acid 1,00
MgSO4.7H2O 50,000 Na2MoO4.2H2O 0,25 Pyridoxine-HCl 1,00
NaH2PO4.2H2O 170,000 ZnSO4.7H2O 2,00 Thiamine-HCl 10,00
(NH4)SO4 134,000 Sequestrene 330 28,00 2,4-D 0,10
CoCl2.6H2O 0,025 sucrose 10.000,00 NAA 1,00
CuSO4.5H2O 0,025 Glukose 18.000,00 BA 1,00

Catatan: pH: 5,8

Penanaman protoplama ke dalam media dilakukan dengan cara mencampur protoplama dengan larutan agarose. Campuran disedot dengan pipet pasteur steril kemudian diteteskan pada cawan petri steril (5 – 10 tetes per petri). Cawan petri ditutup dengan parafilm selanjutnya kultur diletakkan pada ruang kultur dengan suhu 250C dan diberikan 16 jam penyinaran. Setiap 2 minggu ditambahkan media baru ke bagian tetesan protoplasma tersebut.



8. Teknik Kultur Protoplasma
Protoplasma yang telah dimurnikan biasanya dikulturkan dengan dalam medium agar semisolid dan liquid. Protoplasma sering dikulturkan dalam media liquid untuk meregenerasi dinding sel terlebih dahulu, sebelum dikulturkan ke media agar. Media semisolid agar, agar yang digunakan untuk kultur protoplasma adalah khusus: yaitu gel agar lunak, salah satunya agarose.
Teknik media liquid biasanya digunakan pada fase awal kultur, karena mudah larut dan diserap, beberapa spesies, protoplasmanya tidak dapat membelah dalam media agar, tekanan osmotik media direduksi secara efektif, kerapatan sel-sel dapat direduksi setelah beberapa hari dikulturkan, kelemahan dari teknik ini tidak boleh diisolasi dari turunan koloni tunggal yang berasal dari sel induk satu. Teknik media liquid dapat dibedakan menjadi dua metode
a. Metode liquid tetes
Dengan menggunakan pipet ukuran 100-200 μl, suspensi protoplasma dalam media diteteskan pada cawan petri ukuran 60mx15m sebanyak 5-7 tetes. Cawan petri ditutup dan direkatkan dengan parafilm atau plastik wrap selanjutnya diinkubasikan. Setiap 5-7 hari tambahkan medium segar baru dengan cara meneteskan langsung pada tetesan suspensi protoplasma yang telah mengalami pertumbuhan. Metode ini biasanya baik untuk keperluan pengamatan dengan mikroskop. Kelemahan dari metode ini adalah tetesan-tetesan suspensi menyatu menjadi satu tetesan di pusat
.
b. Metode tetes menggantung
Dengan menggunakan pipet volume 40-100 μl, suspensi protoplasma diteteskan di dalam tutup cawan petri, selanjutnya cawan petri, ditutup dengan menggunakan tutup yang telah ditetesi suspensi protoplasma, sehingga tetesan suspensi tersebut akan menggantung di dalam tutup cawan petri tersebut.





Diagram prosedur fusi protoplas dari mesofil daun tembakau dan daun plantlet kentang;
A. Plantula kentang;
B. Daun dari A dipotong-potong;
C. Potongan daun C diinkubasikan dalam medium plasmolisis selama 1-8 jam selanjutnya diinkubasikan dalam medium enzym selama 4-16 jam;
D1. Protoplasma dalam C disaring dengang filter steril, mess 63 mikron ;
D2. Suspensi protoplasma disentrifuge;
E. Pelet diresuspensi dalam medium pengapung (flotation) 10 ml ditambah medium pencuci 1 ml selanjutnya disentrifuge, protoplasma akan melayang-layang diantara medium flotasi dan medium pencuci;
F. Protoplasma diresuspensi lagi dengan medium CPW 13 M dengan kerapatan 1x 106 per mililiter;
G1. Protoplasma diteteskan pada tengah-tengah cawan petri steril ditambahkan dengan satu tetes minyak mineral;
G2. Tetesan tersebut ditutup menggunakan gelas penutup steril; 3. Tambahkan 3 tetes dari setiap macam suspensi protoplasma;
H. Protoplas difusikan secara bertahap menggunakan medium fusagen PEG 22,5 dengan cara meneteskannya sebanyak 6 tetes;
I. Protoplasma dicuci dengan medium pencuci Ca+ . Medium pencuci dicampur dengan medium kultur;
J. Protoplasma diinkubasikan di bawah sinar pada suhu 25o C;
K. Setelah 2-3 minggu koloni multiseluler diembeding dengan agarose;
L. Koloni seluler pada K ditanam pada medium MS basal.

Proses yang terjadi setelah kultur protoplas dilakukan:
1. Fusi protoplasma
Peleburan protoplasma dari 2 genom yang berbeda dapat diperoleh baik secara spontan ataupun dengan teknik pemacuan peleburan.
a. Metode peleburan spontan
Peleburan protoplasma secara spontan biasanya terjadi karena membran protoplas yang sangat tipis dan lunak sehingga mudah sobek atau pecah yang dapat mengakibatkan peleburan protoplasma. Biasanya terjadi pada protoplasma yang diisolasi dari kalus. Perleburan protoplasma dengan teknik ini biasanya terjadi pada protoplasma yang mempunyai asal tanaman yang sama sehingga tidak bernilai untuk perbaikan tanaman.

Gambar protoplas yang berhasil membentuk fusi

b. Metode pemacuan peleburan
Untuk mencapai peleburan protoplasma diperlukan adanya agensia untuk memacu terjadinya peleburan protoplasma (dikenal sebagai fusagen) yang berbeda jenis tanamannya. Larutan fusagen contohnya:
o Perlakuan dengan sodium nitrat: 5,5% sodium nitrat dalam larutan 10% sukrose dan kultur diinkubasikan dalam water bath bersuhu 35o C selama 5 menit selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 200 g selama 5 menit. Subernatan dibuang dan pelet disimpan dalam water bath bersuhu 350 C selama 30 menit. Pada beberapa saat protoplasma akan terjadi peleburan. Agregat ditiangkan secara hati-hati pada medium kultur yang telah ditambah 0,1% NaNO3.
Teknik ini akan dihasilkan dengan frekuensi rendah bila asal protoplasmanya dari mesofil daun.
o Perlakuan ion calsium padas pH tinggi. Teknik ini telah digunakan pada protoplasma tembakau. Caranya protoplasma yang telah diisolasi ditambahkan larutan fusagen berupa 0,5 M mannitol yang berisi 0,05 M CaCl2.2H2O pada pH 10,5 selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 50 g selama 3 menit. Selanjutnya tabung sentrifuge disimpan dalam water bath bersuhu 370 C selama 40-50 menit hingga protoplasma melebur.
o Perlakuan polyethelene glycol (PEG). Dari sekian banyak metode peleburan protoplasma, metode ini yang yang berhasil dengan baik untuk melebur protoplasma. Suspensi protoplasma dilarutkan dalam larutan PEG: 1 ml suspensi protoplasmadalam medium kultur dicampur dengan 1 ml 28-56% PEG (1500-6000 MW). Tabung digoyang selama 5 detik dan biarkan berhenti 10 menit. Selanjutnya suspensi protoplasma tersebut dipindahkan dari larutan PEG dengan cara mencucinya menggunakan medium kultur sebanyak 2 kali. Hasil peleburan protoplasma ini berupa pembentukan heterokarion dengan frekuensi yang tinggi, sedangkan kebanyakan tipe sel sitoplasmik dengan pembentukan hetekarion binukleat rendah.
2. Pembentukan Dinding Sel
Perkembangan protoplasma diawali dengan regenerasi atau terbentuknya dinding sel diikuti terbentuknya koloni sel menyerupai kalus. Pada beberapa spesies, protoplasma membentuk kalus dan beregenerasi melalui organogenesis atau embriogenesis.
3. Regenerasi Protoplasma
Regenerasi protoplasma membentuk koloni sel kemudian tanaman lebih sulit dibandingkan dengan teknik kultur jaringan jaringan lain. Salahsatu teknik yang digunakan untuk merangsang regenerasinya adalah menggunakan sel-sel lain (sebagai perawat) sehingga tekniknya disebut dengan teknik “Nurse Culture”. Untuk kultur satu protoplasma, “nurse cells” diletakkan berdekatan dengan kultur protoplasmanya untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan protoplasma. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Muir dkk.
Tanaman yang dihasilkan dari kultur protoplasma bisa seragam atau bervariasi, disebut “protoclonal variation”. Apabila dalam penanaman protoplasma ditambahkan mutagen ke dalam media, maka hasil regenerasi akan berupa generasi baru.
Produksi tunas dapat dilakukan pada media cair, umumnya ke dalam media ditambahkan hormon pertumbuhan sitokinin (misalnya 0,5 M BAP). Setelah tunas terbentuk cukup besar, tunas selanjutnya dalat diakarkan. Salah satu contoh media pengakatran protoplasma adalah 1/2 MS + 3-aminopyridine (untuk tembakau) atau picloran (untuk tebu). Plantlet yang cukup besar selanjutnya diaklimatisai kemudian ditanam di lapangan.
o Perlakuan peleburan elektro (elektrofusion). Protoplasma diletakkan di dalam sel kultur yang kecil dan berisi elektrode yang berbeda potensialnya, protoplasma diletakkan diantara barisan elektrode-elektrode. Selanjutnya protoplasma diberi shok gelombang pendek elektrik yang akan mengiduksi terjadinya peleburan protoplasma. Dalam metode ini ada dua tahapan prosedur yang dimulai dengan penggunaan AC dari intensitas rendah untuk suspensi protoplasma. Kolektor dielektroforetik diatur 1,5 V dan 1 MHz dan konduktivitas elektirk dari medium suspensi kurang dari 10-5 detik/cm efek sebuah elektroforesis dijalankan akan membuat masing-masing sel berbenturan sepanjang alur barisan elektrode. Tahap kedua injeksi aliran listrik DC dengan intensitas tinggi (750-1000V/cm) dengan waktu yang sangat singkat yaitu 20-50 μ detik menyebabkan membran protoplasma robek dan akan menghasilkan peleburan yang selanjutnya membran akan mengalami reorganisasi. Teknik fusielektro sangat sederhana, cepat dan efisien. Sel-sel yang telah di fusikan secara eletronik tidak menunjukkan respon yang sitotoxit. Namun metode ini jarang digunakan.


Gambar protoplas yang sudah beregenerasi


BAB III
KESIMPULAN

Istilah protoplasma pertama kali diperkenalkan oleh Hanstein pada tahun 1880, yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian dining selnya atau sel tumbuhan telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel.
Kultur protoplasma atau bisa juga disebut kultur fusi protoplasma mempunyai tujuan akhir penyatuan dua jenis sel tanaman dari spesies maupun genus yang berbeda sehingga terbentuklah individu tanaman yang baru yang juga mempunyai ekspresi sifat yang baru. Dari dasar inilah terlihat adanya peluang untuk mendapatkan jenis-jenis / varietas-varietas yang unggul.
Kultur protoplas ini harus dilakukan dengan teliti memenuhi prosedur yang berlaku. Urutan prosedur pada kultur protoplas ini adalah Persiapan eksplan, sterilsasi eksplan. isolasi protoplasma, pemurnian protoplasma, perhitungan konsentrasi dan test viabilitas protoplasma, kultur protoplasma.
Sedangkan proses yang terjadi pada saat protoplasma tersebut dikulturkan antara lain fusi protoplas (penggabungan dua protoplas) dilanjutkan dengan pembentukan dinding sel dan regenerasi sel sehingga dapat membentuk individu baru.











DAFTAR PUSTAKA


http://mediakulturjaringan.blogspot.com/2010/08/tahapan-isolasi-dan-fusi-protoplasma.html. Diakses tanggal 30 Desember 2011.
http://www.scribd.com/doc/35226969/Xi-Kultur-Protoplasm-A-Dan-Hibridisasi-Somatik. Diakses tanggal 30 Desember 2011.
http://mediakulturjaringan.blogspot.com/2010/10/konsep-dasar-kultur-fusi-protoplasma.html. Diakses tanggal 30 Desember 2011.
http://mediakulturjaringan.blogspot.com/2010/08/protoplasma-hibridisasi-somatik.html. Diakses tanggal 30 Desember 2011.
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bi091041.pdf. Diakses tanggal 30 Desember 2011.
http://akhitochan.files.wordpress.com. Diakses tanggal 30 Desember 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar