A.Perubahan Wilayah Provinsi di Indonesia
Wilayah Indonesia terbagi menjadi beberapa provinsi. Jumlahprovinsi di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perubahan.Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk,perubahan kemampuan ekonomi, faktor politik, dan sebagainya.
1. Perkembangan Jumlah Provinsi di Indonesia
Seiring dengan perkembangan negara dan perubahan politik,ekonomi, maupun jumlah penduduk, maka jumlah provinsi yangada di Indonesia mengalami penambahan. Penambahan jumlahprovinsi ini bukan berarti wilayah Indonesia bertambah luas.Jumlah provinsi yang bertambah merupakan pemekaran dariwilayah provinsi yang sudah ada.Pada saat kemerdekaan, jumlah provinsi yang ada di Indonesiahanya 8, yaitu:
a.Provinsi Sumatra
b.Provinsi Jawa Barat
c.Provinsi Jawa Tengah
d.Provinsi Jawa Timur
e.Provinsi Borneo (Kalimantan)
f.Provinsi Sulawesi
g.Provinsi Sunda Kecil (Nusa Tenggara)
h.Provinsi Maluku
Pada saat itu, Pulau Irian belum menjadi bagian dari negaraIndonesia karena Pulau Irian masih di bawah kekuasaan Belanda.Seiring berjalannya waktu, setelah Indonesia merdeka jumlah provinsi di Indonesia mengalami perkembangan.
Agar kalian lebih memahami mengenai pemekaran provinsi diIndonesia setiap tahunnya perhatikan keterangan di bawah ini:
a. Tahun 1950
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 11, adapunprovinsi yang mengalami pemekaran adalah:1)Provinsi Sumatra, berkembang menjadi tiga provinsi, yaituSumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan.2)Provinsi Jawa Tengah, berkembang menjadi dua provinsi,yaitu Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
b. Tahun 1956
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 15, adapunprovinsi yang mengalami pemekaran adalah:1)Provinsi Sumatra Utara berkembang menjadi dua provinsi,yaitu Sumatra Utara dan DI Aceh.2)Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi dua provinsi, yaituJawa Barat dan DKI Jakarta.3)Provinsi Kalimantan berkembang menjadi tiga provinsi, yaituKalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan KalimantanSelatan.
c. Tahun 1957
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 17 provinsi,adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah:1)Provinsi Sumatra Tengah berkembang menjadi tiga provinsi,yaitu Sumatra Barat, Riau, dan Jambi.2)Provinsi Kalimantan Selatan berkembang menjadi duaprovinsi, yaitu Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
d. Tahun 1958
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 20 provinsi.Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sunda Kecilterbagi menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat,dan Nusa Tenggara Timur.
e. Tahun 1959
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 21 provinsi.Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi SumatraSelatan terbagi menjadi Sumatra Selatan dan Lampung
f. Tahun 1960
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 22 provinsi.Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sulawesiterbagi menjadi Sulawesi Utara dan Tengah serta SulawesiSelatan dan Tenggara.
g. Tahun 1964
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 24 provinsi,adapun yang mengalami pemekaran adalah:1)Provinsi Sulawesi Utara dan Tengah berkembang menjadidua, yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.2)Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara berkembangmenjadi dua, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
h. Tahun 1967
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 25. Provinsiyang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sumatra Selatanberkembang menjadi dua provinsi, yaitu Sumatra Selatan danBengkulu.
i. Tahun 1969
Dengan masuknya Irian Jaya menjadi wilayah Indonesia, makapada tahun itu jumlah provinsi di Indonesia bertambah satu,sehingga jumlah provinsi menjadi 26.
j. Tahun 1976
Pada tahun ini jumlah provinsi menjadi 27. Adapun provinsi yangmengalami pemekaran adalah Provinsi Nusa Tenggara Timuryang terbagi menjadi dua, yaitu Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur.
k. Tahun 1999
Lepasnya Provinsi Timor-Timur dari Indonesia menyebabkan jumlah provinsi berkurang satu menjadi 26. Pada tahun itu juga,ada beberapa provinsi yang mengalami pemekaran sehinggamenjadi 29 provinsi. Adapun provinsi tersebut adalah:1)Provinsi Maluku mengalami pemekaran menjadi dua yaituMaluku dan Maluku Utara.2)Provinsi Irian Jaya terbagi menjadi dua provinsi yaitu ProvinsiPapua dan Provinsi Irian Jaya Barat
l. Tahun 2000
Pada tahun ini jumlah provinsi di Indonesia bertambah menjadi32. Beberapa provinsi mengalami pemekaran di antaranyaadalah:
1)Provinsi Sumatra Selatan berkembang menjadi dua provinsi,yaitu Sumatra Selatan dan Bangka Belitung.
2)Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi dua, yaitu JawaBarat dan Banten.
3)Provinsi Sulawesi Utara berkembang menjadi dua, yaituSulawesi Utara dan Gorontalo.
m. Tahun 2002
Pada tahun ini jumlah provinsi di Indonesia bertambah menjadi33. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Riau menjadi Riau dan Kepulauan Riau.Luas daratan di Indonesia mencapai1,9 juta km
Tujuan Pemekaran dan Penggabungan Daerah
Yang banyak diatur dalam regulasi yang ada selama ini adalah kebijakan tentang pemekaran daerah. Rumusan tujuan kebijakan pemekaran daerah telah banyak dituangkan dalam berbagai kebijakan-kebijakan yang ada selama ini, baik dalam Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah. Dalam regulasi-regulasi ini, secara umum bisa dikatakan bahwa kebijakan pembentukan, penghapusan dan penggabungan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui:
1. peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
2. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi;
3. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
4. percepatan pengelolaan potensi daerah;
5. peningkatan keamanan dan ketertiban.
Rumusan regulasi ke depan bukan saja kebijakan tentang pemekaran daerah, tetapi juga perlu memberikan porsi yang sama besar terhadap penggabungan daerah otonom. Baik pemekaran maupun penggabungan daerah otonom didasarkan pada argumen yang sama. Rumusan tujuan kebijakan penataan daerah bukan hanya untuk kepentingan daerah, tetapi juga untuk pemenuhan kepentingan nasional. Oleh karena itu, alternatif rumusan tujuan kebijakan penataan daerah adalah sejauhmana kebijakan pemekaran dan penggabungan daerah:
1. mendukung pengelolaan masalah sosio kultural di daerah dan di tingkat nasional.
2. Mendukung peningkatan pelayanan publik di tingkat daerah dan nasional.
3. Mengakselerasi pembangunan ekonomi, baik ekonomi daerah maupun ekonomi nasional dengan cara yang seefisien mungkin.
4. Meningkatkan stabilitas politik, baik dalam rangka meningkatkan dukungan daerah terhadap pemerintahan nasional, maupun dalam rangka pengelolaan stabilitas politik dan integrasi nasional.
Indikator ini akan kita gunakan untuk melihat dampak pemekaran daerah, walaupun dampak tersebut tidak bisa digambarkan secara hitam putih, tetapi digambarkan dalam situasi yang dilematis.
Evaluasi Dampak Pemekaran dan Penggabungan Daerah
Temuan terpenting dari evaluasi terhadap implementasi kebijakan penataan daerah adalah sama sekali tidak ada praktek penggabungan antar daerah di Indonesia. Bahkan indikasi gejala usulan penggabungan daerahpun tidak pernah ada. Hal ini menunjukkan adanya masalah infrastruktur kebijakan yang tidak memberikan struktur insentif bagi daerah untuk menggabungkan diri. Sementara itu, kondisi sebaliknya banyak sekali terjadi. Usulan dan kebijakan pemekaran daerah sangat banyak terjadi dan bahkan upaya-upaya untuk melakukan pemekaran daerah terus saja terjadi.
Kebijakan pemekaran daerah yang berjumlah lebih dari dua ratusan kasus tidak didorong oleh latar belakang yang seragam, dan tidak pula membawa dampak yang sama. Pemekaran di masing-masing daerah mempunyai kekhasannya sendiri yang tidak mudah untuk digeneralisasikan. Namun demikian, untuk kepentingan perumusan kebijakan di tingkat nasional, perlu dilakukan identifikasi dampak pemekaran secara umum. Dampak ini tidak hanya terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan di tingkat nasional, tetapi juga dampak sosial, politik dan ekonominya di tingkat daerah.
Mengambil pelajaran dari studi-studi yang dilakukan oleh beberapa lembaga riset, seperti Percik, LIPI dan beberapa lembaga lainnya, dampak sosial dan politik kebijakan pemekaran bisa digambarkan secara umum sebagai berikut. Sangat tidak mudah untuk disimpulkan apakah pemekaran daerah berdampak positif ataukah negatif. Di setiap dimensi, baik sosio-kultural, politik dan pemerintahan, serta pelayanan publik dan pembangunan ekonomi, dampak pemekaran selalu bermata ganda: bisa positif, tetapi pada saat yang sama juga bersifat negatif. Belum lagi apabila dampak tersebut diletakkan dalam skala yang berbeda: dalam skala daerah ataukah dalam skala nasional.
Atas pertimbangan tersebut gambaran tentang dampak pemekaran dalam tulisan ini diletakkan dalam wajah ganda. Menghindari ataupun meminimalisasi dampak negatif pada dasarnya adalah mengelola proses kebijakan pemekaran dan proses pasca pemekaran.
1. Dampak Sosio Kultural
Dari dimensi sosial, politik dan kultural, bisa dikatakan bahwa pemekaran daerah mempunyai beberapa implikasi positif, seperti pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, sebuah entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, kemudian memperoleh pengakuan setelah dimekarkan sebagai daerah otonom baru. Pengakuan ini memberikan kontribusi positif terhadap kepuasan masyarakat, dukungan daerah terhadap pemerintah nasional, serta manajemen konflik antar kelompok atau golongan dalam masyarakat.
Namun demikian, kebijakan pemekaran juga bisa memicu konflik antar masyarakat, antar pemerintah daerah yang pada gilirannya juga menimbulkan masalah konflik horisontal dalam masyarakat. Sengkera antara pemerintah daerah induk dengan pemerintah daerah pemekaran dalam hal pengalihan aset dan batas wilayah, juga sering berimplikasi pada ketegangan antar masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah daerah.
2. Dampak Pada Pelayanan Publik
Dari dimensi pelayanan publik, pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, terutama ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. Pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis-jenis pelayanan baru, seperti pelayanan listrik, telepon, serta fasilitas urban lainnya, terutama di wilayah ibukota daerah pemekaran.
Tetapi, pemekaran juga menimbulkan implikasi negatif bagi pelayanan publik, terutama pada skala nasional, terkait dengan alokasi anggaran untuk pelayanan publik yang berkurang. Hal ini disebabkan adanya kebutuhan belanja aparat dan infrastruktur pemerintahan lainnya yang bertambah dalam jumlah yang signifikan sejalan dengan pembentukan DPRD dan birokrasi di daerah hasil pemekaran. Namun, kalau dilihat dari kepentingan daerah semata, pemekaran bisa jadi tetap menguntungkan, karena daerah hasil pemekaran akan memperoleh alokasi DAU dalam posisinya sebagai daerah otonom baru.
3. Dampak Bagi Pembangunan Ekonomi
Pasca terbentuknya daerah otonom baru, terdapat peluang yang besar bagi akselerasi pembangunan ekonomi di wilayah yang baru diberi status sebagai daerah otonom dengan pemerintahan sendiri. Bukan hanya infrastruktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga infrastruktur fisik yang menyertainya, seperti infrastruktur jalan, transportasi, komunikasi dan sejenisnya. Selain itu, kehadiran pemerintah daerah otonom baru juga memungkinkan lahirnya infrastruktur kebijakan pembangunan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah otonom baru. Semua infrastruktur ini membuka peluang yang lebih besar bagi wilayah hasil pemekaran untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi.
Namun, kemungkinan akselerasi pembangunan ini harus dibayar dengan ongkos yang mahal, terutama anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pemerintahan daerah, seperti belanja pegawai dan belanja operasional pemerintahan daerah lainnya. Dari sisi teoritik, belanja ini bisa diminimalisir apabila akselerasi pembangunan ekonomi daerah bisa dilakukan tanpa menghadirkan pemerintah daerah otonom baru melalui kebijakan pemekaran daerah. Melalui kebijakan pembangunan ekonomi wilayah yang menjangkau seluruh wilayah, akselerasi pembangunan ekonomi tetap dimungkinkan untuk dilakukan dengan harga yang murah.
Namun, dalam perspektif masyarakat daerah, selama ini tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa pemerintah nasional akan melakukannya tanpa kehadiran pemerintah daerah otonom.
4. Dampak Pada Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional
Pembentukan daerah otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan masyarakat di wilayah perbatasan dengan negara lain, merupakan isu politik nasional yang penting. Bagi masyarakat tersebut, bisa jadi mereka tidak pernah melihat dan merasakan kehadiran 'Indonesia', baik dalam bentuk simbol pemerintahan, politisi, birokrasi dan bahkan kantor pemerintah. Bahkan, di beberapa daerah seperti di pedalaman Papua, kehadiran 'Indonesia' terutama ditandai dengan kehadiran tentara atas nama pengendalian terhadap gerakan separatis. Pemekaran daerah otonom, oleh karenanya, bisa memperbaiki penangan politik nasional di daerah melalui peningkatan dukungan terhadap pemerintah nasional dan menghadirkan pemerintah pada level yang lebih bawah.
Tetapi, kehadiran pemerintahan daerah otonom baru ini harus dibayar dengan ongkos ekonomi yang mahal, terutama dalam bentuk belanja aparat dan operasional lainnya. Selain itu, seringkali ongkos politiknya juga bisa sangat mahal, apabila pengelolaan politik selama proses dan pasca pemekaran tidak bisa dilakukan dengan baik. Sebagaimana terbukti pada beberapa daerah hasil pemekaran, ketidak mampuan untuk membangun inklusifitas politik antar kelompok dalam masyarakat mengakibatkan munculnya tuntutan untuk memekarkan lagi daerah yang baru saja mekar. Untuk mempersiapkan upaya pemekaran ini, proses pemekaran unit pemerintahan terbawah, seperti desa untuk pemekaran kabupaten dan pemekaran kabupaten untuk mempersiapkan pemekaran provinsi, merupakan masalah baru yang perlu untuk diperhatikan.
Identifikasi dampak pemekaran tersebut membawa kita pada kesimpulan bahwa banyak dampak negatif yang perlu diminimalisasi. Esensi kebijakan yang perlu dilakukan merasionalisasi proses kebijakan pemekaran, baik proses pengusulan pemekaran yang dilakukan oleh daerah, maupun proses penetapan pemekaran yang dilakukan di tingkat pusat. Dalam uraian berikut ini kita akan memahami proses dalam dua tingkatan tersebut yang akan membawa kita pada usulan rasionalisasi proses kebijakan pemekaran demi optimalisasi kepentingan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar